Saturday 26 January 2013

Berpikir Positif Sikapi Bencana

Saat fenomena bencana menerpa aneka gaya analisa alias pemaknaan akan mengucur bagai air bah datang. Bencana bisa menjadi lahan teks yang empuk dan liar untuk dimaknai. Gaya pemaknaan orang atas bencana bermacam mulai dari galau-miris, magis, ilmiah-kritis, hingga yang super sadis. Super sadis adalah ketika korban bencana dikonstruksikan sebagai pendosa yang layak mendapat azab. Ulama dan "ulama" sering memilih perspektif ini dalam orasi ruhani mereka. Sebuah peringatan atau ajakan kebencian? Ah kadang keduanya beda tipis dalam hasil. Bila diijinkan sampaikan gagasan, mohon pakailah kacamata positif.   Jadilah ujung tombak penyeru masyarakat untuk bangkit bukan makin dirundung merana. Analogi sederhana saat anak kita jatuh, "Bangun berdiri, jangan nangis yang penting besok lagi hati-hati!" Ungkapan ini lebih maanfaat daripada, "Sakit? Udah dibilang jangan lari-lari masih lari-lari, sekarang jatuh kan, sukurin rasain sakit. Itu sekarang hukumannya."  Nasihat yang memberdayakan lebih maanfaat karena memuat dua nilai sekaligus (refleksi kesalahan dan kekuatan recovery bangkit dari keterpurukan).  Btw nasihat produktif yang dihasilkan pemaknaan positif lebih maanfaat dan dibutuhkan. Jangan biarkan cobaan menjadi pengantar ke tiang gantungan sendiri (bagi yang lemah), karena berat cobaan adalah mekanisme menghebatkan diri dari Tuhan. Cinta Tuhan ada di sela-sela kaki bencana.

No comments:

Post a Comment

Beri komentar: