Tuesday 28 February 2012

Di Suatu Sore Ini

"Yah, ke tempat Aya yo...." Kenapa? "Maen... tapi bawa sepeda..." Kenapa harus bawa sepeda? "He.., Aya itu belum bisa naek sepeda..." Sok tahu.... ngerti dari mana? "Iya.... orang dia nggak boleh naik sepeda sama ibunya. Aya jangan naik sepeda nanti panas lagi... gitu... ayo Yah." Kamu mau pamer, nggak boleh kaya gitu. "Ngggaaaak.... pokoknya main ke Aya!!!!" Iya...iya... kenapa harus teriak sih. Mobil 4WD jadul meluncur dengan sepeda di atap. Nyampe rumah Aya, "Ayo sepeda diturunin..." Sebentar, bertamu itu ketok pintu dulu bukan bongkar sepeda. Waduh ternyata pas ada tamu juga di rumah si Aya. akhirnya sepeda jadi diturunkan dan doi berusaha tampilkan betapa jago naik sepeda. Rupanya si Aya yang dibilang nggak bisa naik sepeda juga keluarkan sepeda dari garasi. Wajah doi tampak sedikit kecut, aku tahu itu karena kecewa --ada realitas tak sesuai prosedur bayangan di kepala. Aya yang selama ini kalau bersepeda bakal panas ternyata sore ini tidak, lebih jago malah. Wajah kecut itu rupanya dibawa hingga perjalanan pulang. Aku diam aja sih, sampai, "Yah... kok Aya bisa sepeda?" Putriku, orang tidak selamanya lemah, orang bisa saja raih prestasi manakala ada ruang yang cukup untuk berkembang. Mungkin akhir-akhir ini dia dapat ruang yang cukup. Jangan anggap kecil orang karena kau besar kini. Boleh jadi, orang justru telah berusaha keras untuk besar saat kau tidur. Jangan pernah sombong lagi ya... dah sekarang mau makan apa, nyari yang enak. "Angkringan (hek) yah..." Lho kok ngkringan? Yang bergizi sedikit lah.. Restoran Padang kah, Awas Ada Sambel, atau Mie Jawa gitu... atau Gemak Gaul, enak kan??? "Jangan sombong Yah...... angkringan aja murah."

Monday 27 February 2012

Baksos Selarong

Offroad adventure di belantara pegunungan Selarong Bantul memang memanjakan mata. Di masa lalu Diponegoro lalui jalan terjal bebatuan ini dengan kuda sementara kami dengan jangkrik. Nggak kesulitan sih cuma deg-degan aja ketika di sebelah ada jurang 7m dan disebelah lain bukit padas sementara jalan setapak cuma 2,5m. Dapat titipan anak2 teman musti ekstra jadi guru taman kanak-kanak sambil offroad, ini yang lebih menantang. Ketika anak2 tampak takut dan tegang aku minta mereka "siaran" nyanyi lagu anak2 di radio reciver HT (terserah yang denger sepusing apa he...he... yang penting anak2 heppy). Aduh sayang nggak ada fotografernya. Seandainya bisa pinjam "Trikopter-nya Habibie dari Selokan Mataram" (lihat Eagle Awards - METRO TV) pasti bisa di video kan dari sisi jurang. Kalau 30 mobil pasti tampak mirip barisan rayap kayu. Bisa masuk civil journalism metro tv itu he..he... Benar-benar terisolir, jadi nggak percaya masih di Jogja, gimana di pedalaman luar Jawa ya... Alhamdulillah bisa nyampe juga lokasi baksos, "biar sedikit-kecil maanfaat" tapi kami berbuat, dari pada ngomong doang demi rakyat atau sekedar prihatin.

Friday 24 February 2012

Neo-BLT

Judul ini mungkin cocok jadi judul headline hari ini. Saat ini pemerintah sedang serius menyiapkan bentuk kompensasi kenaikan harga BBM terkait naiknya harga minyak mentah dunia. Kenaikan harga minyak mentah di dunia sendiri sebenarnya lebih dipicu oleh ketegangan di Iran dengan Eropa. Versi pemerintah mengatakan stock sumur minyak dalam negeri tak mampu mencukupi kebutuhan rakyatnya sehingga mereka harus mengimpor sekalipun dari kilang sendiri juga. Alhasil impor ini harus ditanggung masyarakat dalam bentuk kenaikan harga. Nah yang menarik adalah perbincangan tentang kompensasi ini. Bola panas yang belum jelas ini tampaknya sudah buru-buru dishare melalui jumpa pers. Hasilnya bisa ditebak masyarakat akan kembali menuai dua kali goyangan. Goyangan pertama adalah ketika isyu ini bergulir memicu kenaikan harga dan goyangan kedua adalah ketika harga BBM benar-benar naik. Menarik lagi kompensasi kenaikan BBM ini rencananya akan diberikan kepada rakyat ekonomi rentan sebagaimana BLT di masa lalu. Kalau sudah begini perangkat desa, kelurahan, RT dan RW musti siap-siap karena mereka adalah ujung tombak program-program "Robinhood" semacam ini. Tentu mereka juga harus siap mengalami konflik dengan masyarakat terkait ketidakpuasan distributsi. Semoga program ini tidak berujung memperkeruh konflik sosial di daerah yang sudah meninggi.  

Saturday 18 February 2012

Bimbingan Akademik

Bimbingan akademik kemaren terasa lebih menggigit. Seorang mahasiswa mengaku resah sudah umur 22 tahun masih belum berkarya apapun. "Rasulullah di usia 20 tahun sudah sukses berdagang sampai negeri Syam Pak." Waduh seperti terlempar ke bulan Ramadhan saat saksikan acara jejak Rasul Metro TV sebelum subuh. Hermeneutika sirah akhirnya menjadi andalan menyikapi situasi ini lalu aku bilang kalau saat itu STAIN Salatiga sudah ada mungkin Rasulullah pilih kuliah dulu karena banyak beasiswa. Ada beasiswa bidik misi lagi. Lalu dia curhat, "Saya ingin kuliah biasa-biasa saja, sedeng-sedeng aja tapi sambil berkarya dan sukses." Aku jawablah kenapa kamu batasi menanam tanaman kecil saja sementara kamu tak kuasa mengukur betapa luas lahanmu. Kenapa niat musti dibatasi? Kenapa tidak kuliah luar biasa dan sambil berkarya pula sukses? "Wah kalau hebat dua-duanya berat Pak." Aku jawab beratnya berapa ton, apa kamu pernah coba angkat? Dia ketawa lalu bilang, "Ya belum." Lalu dari mana tahu berat aku bilang. "Ya Pak, saya paham... tapi ada soal lain mengganggu saya, menurut Bapak apa itu kreatif? Saya ingin melakukan hal yang kreatif seperti orang-orang sukses di KickAndy, gimana menemukan kreatifitas itu." Waduh sekali ngomong pertanyaan diborong untung aku penggemar KickAndy bukan sinettron. Aku bilang, tokoh-tokoh yang kau lihat di KickAndy itu tidak memulai pekerjaannya dari "memikirkan apa itu kreatifitas". Mereka cuma melakukan sesuatu yang mereka bisa lakukan dan orang melihatnya sebagai kreativitas. Jadi kreatif itu label yang disematkan orang atas dirimu karena kamu berkarya dan terpublikasi. Kreatifitas bukan kau sematkan sendiri seperti beli piala lalu cerita ke orang bahwa kau menang lomba. So kalau kamu mau mau dikenal kreatif lakukan apa yang kamu bisa, setidaknya sejarah akan merekammu sebagai orang yang mau berusaha. "Satu lagi Pak, kreatifitas apa yang bisa saya buat?" Satu tapi kaya kereta api jawabnya lalu aku bilang bahwa itu tugas kamu menemukan bukan aku. Kau sampai hari ini sudah melakukan apa? "Saya hobby bikin cerpen dengan bahasa gaul Pak semua saya tulis di webblog pribadi." Aku bilang kenapa kamu nggak keluar rumah? Kenapa nggak share ke orang-orang yang punya blog sejenis atau punya hobby sama,kenapa nggak kau kirim ke majalah atau koran, kenapa nggak kau tawarkan ke penerbit, kenapa nggak ikutan workshop atau perkumpulan cerpenis? Mulai sekarang kataku print contoh-contoh karyamu, siapkan selalu ada dalam tas kemana pergi, temukan kenalan jaringan cerpenis dan aneka publikasi, lalu tunjukkan karyamu. "Mereka pasti menerima Pak?" Jawabku "nggak" mereka pasti akan menolakmu! "Lalu sampai kapan berhasil?" Aku jawab sampai Tuhan melihat kau tak lelah berusaha.

Saturday 11 February 2012

Balada ATAPER

PT KAI wilayah JABABEKA tampaknya makin pusing dengan ulah penumpang komuter KRL yang gemar nangkring di atas atap gerbong. Banyak alasan mengapa para "ataper" ini gemar nangkring di atap gerbong. Tak ada duit, berburu waktu cepat sampai tempat kerja, males berdesakan di dalam gerbong, dll. Atau mungkin juga pingin berlatih keseimbangan dan adu keras kepala dengan bola-bole beton yang digelantung PT KAI menjelang masuk stasiun. Sebenernya masalahnya sederhana, armada PT KAI sangat kurang sehingga tak sanggup melayani "populasi" komuter dengan aktivitas mereka tiap menjelang dan pasca jam kerja. PT KAI tak sanggup menambah jumlah pemberangkatan karena keterbatasan rel. PT KAI juga tak sanggup menambah gerbong tambahan. Lalu Aku berpikir kenapa tak sebaiknya bikin gerbong tingkat aja. Pertama, bisa menambah daya tampung penumpang dan kedua, melindungi hobby para ataper yang gemar nangkring di atap. Tapi setelah aku pikir-pikir lagi yang namanya hobby itu kuncinya gemar dan sekalipun udah di atas tapi kalau didalam gerbong namanya bukan ataper melainkan "gerbong tingkater". Ataper sejati mungkin akan terus memanjat hingga benar-benar di atas atap gerbong, menikmati nikmat berkereta api beratap langit biru. Mungkin gerbong KRL dibikin tingkat 4 pun bakal sia-sia ya.... jadi lupa hidup di Indonesia.