Sunday 20 January 2013

Banjir Jakarta


Mumpung air belum surut tak ada salah kembali bergosip tentang Jakarta. Ibu kota negara satu ini sejarah hidupnya memang merana. Banjir bandang kambuhan membuat pemerintah Hindia-Belanda bermaksud pindahkan ke Bandung, sayang resesi Eropa bikin gagal rencana. Sukarno pun ingin Jakarta hijrah ke Palangkaraya. Jakarta-jakarta, satu kota dengan beban berganda. Idealnya sebuah kota hanya miliki satu karakteristik dan fungsi satu saja: misal daerah pariwisata, industri, perdagangan, ibu kota negara/administratif, militer, agraris, pendidikan, dll. Bagaimana Jakarta? Ia ibu kota negara alias pusat administratif, perdagangan, sekaligus industri. Kota memiliki banyak fungsi tentu PAD tinggi tapi terpikir nggak bahwa beban masalah juga terlalu beragam. PAD tinggi tapi banyak masalah vs PAD sedang-sedang tapi cuma sedikit masalah, sama saja kan? Mending pilih yang masalah sedikit tentunya. 

Bencana banjir bandang Jakarta tentu dihasilkan pula oleh beragam konflik kepentingan fungsi kota. Saat Jakarta memborong semua fungsi kota seperti pusat pemerintahan dan ekonomi maka 60% kegiatan dan kekuatan ekonomi Indonesia terkumpul di Jakarta. Akhirnya bila negara lain ingin berperang dengan Indonesia tinggal melumpuhkan satu kota saja, yaitu Jakarta. Saat PDII Sekutu perlu menyerang 3 kota di Jepang (Tokyo=pusat administratif, Hiroshima=pusat industri, Nagoya=pusat pendidikan, budaya, dan peradaban). Kabut tebal berbahaya menggagalkan serangan udara Nagoya. 

Bila terjadi invasi negara lain ke Indonesia tentu hanya cukup satu tujuan yaitu Jakarta dan seluruh Indonesia lumpuh alias darurat. Negara maju dunia tidak bodoh mengumpulkan seluruh aset di satu kota: Camberra tak seramai Sidney, Washington DC tentu tak seribut NewYork, dll. Spesialisasi karakter memungkinkan kota fokus dalam blue print pembangunan, integrasi sistem hukum, sosial-cost terlokalisir dan terencana. Maka cuma ada satu solusi, pindahkan Jakarta ke lain daerah.

No comments:

Post a Comment

Beri komentar: