Friday 27 July 2012

Perkosaan Terorganisir Cuma Diancam Kurungan 5 Tahun?



Berita di Metro TV (26/7) sebutkan bahwa ke lima pelaku perkosaan angkot akan diancam hukuman 5 tahun penjara. Istilah diancam itu merujuk pada kemungkinan tuntutan jaksa sementara dengan sedikit aksi pembela keputusan bisa berkurang dari tuntutan. Problemnya adalah ancaman hukuman 5 tahun penjara sangat tak sebanding dengan dampak perbuatan pelaku apalagi masih mungkin dikurangi. Analisis Antropologi Hukum melihat bahwa apa yang mereka lakukan bukan lagi sekedar perkosaan biasa melainkan ada pemberatan berupa terencana, masif, dan menebar “teror”.



Aksi perkosaan mereka bukan sekedar akibat tak mampu kendalikan birahi sesaat melainkan telah melalui perencanaan matang, terorganisir, dan boleh dikata profesional. Politisasi sexual telah terjadi dalam kasus ini.  Pemerkosa menjarah harta benda korban sementara perkosaan dilakukan sekaligus untuk menutup mulut korban agar tak mengadu tindakan pelaku karena malu karena secara kultural korban perkosaan akan mendapat stigma negatif di masyarakat. Ingat bahwa Gubernur pun sanggup menyalahkan perempuan konsumen angkot dalam hal ini tanpa berbuat logis (yang menjadi tugasnya) perbaiki sistem angkutan umum ibukota agar lebih layak, praktis dan aman. Dampak sosial kasus ini bila dibiarkan adalah pertama, traumatik para perempuan konsumen angkot padahal angkot satu-satunya sistem transportasi realistik ibukota. Kedua, teori imitasi (meniru gaya pelaku) bisa meluas menyebar ke daerah lain manakala keadilan hukum tidak berefek jera apalagi sistem transportasi tak ada perubahan. Ketiga, efek traumatik sosial mungkin bisa lahirkan pengadilan massa di jalanan walau ini kecil terjadi dalam masyarakat dengan kesibukan tinggi seperti Jakarta. Namun demikian pengadilan massa cuma perlu dua faktor pertama, tingkat kejenuhan tinggi (kesal tak tertahan) dan detonator (peristiwa pemicu).


Sebuah aksi kriminal rentan mewabah bila tak disikapi dengan benar oleh negara demikian halnya kasus perkosaan angkot ini. Tanpa usaha perbaikan fasilitas transportasi, pelaku operator, dan  keamanan-nya boleh jadi kasus ini menjadi bibit bencana kemanusiaan masa depan. Perubahan sosial budaya negatif tentu telah menanti salah satunya kembali memasung perempuan dalam penjara domestikasi karena alasan keamanan. Sekali lagi perempuan menjadi korban ketidakbecusan penyelenggara (baca: pemegang amanah) pembangunan.

Monday 16 July 2012

Takut

Kemaren malam habis isya'...... "Ayah gelap!" Sssst.... cuma mati lampu kataku. "Nggak bisa lihat..." Anakku, manusia dicipta sempurna lebih dari mahluk kebanyakan, diam sebentar sayang... ijinkan matamu terbiasa... lalu kau akan melihat lebih... "Itu di atas apa Yah?" Itu balon lampu neon Phillip. "Ko putih, lampu kan mati?" Itu partikel serupa fosfor buat tolong orang berjalan saat tiba mati lampu. "Kalau putih yang itu...?" Itu handukmu ketinggalan di kursi kan? "Ko jadi banyak kelihatan putih?" He..he.. itu karena penglihatanmu makin terang sekarang dan warna putih paling mudah terdeteksi mata. "Aku takut Yah..." Anakku, semua orang takut pada hal-hal yang belum diketahuinya tapi hidup harus terus berjalan.