Wednesday 27 October 2010

Selamat Jalan Mbah Marijan

Iinalillahi wa innaillaihi rojiun mbah Marijan telah berpulang....
Ia benar-benar seorang tokoh yang setia pada jabatannya. Jangan salah, sebagai Juru Kunci dia juga pejabat kraton juga lho, kalau di"kurs"-kan hari ini ya sama dengan Duta Besar-lah. Duta Besar untuk alam sebelah (sebuah jabatan yang mungkin bagi sementara orang hari ini sulit dimengerti). Hal penting yang patut dicata adalah dari sosok mbah Marijan adalah kesetiaannya pada jabatan bukan materi. Tidak banyak tersisa di negeri ini orang berdedikasi tinggi seperti dia. Yang banyak justru pejabat yang setia pada uang dan hasil korupsi. Orang yang setia pada sumber-sumber kapital cenderung lari dari bahaya, meninggalkan kelurga, rekan, bangsa, dan rakyatnya.

Tuesday 19 October 2010

Bencana Populasi

Penuh sesak bis ekonomi Semarang-Solo kala Sabtu sore. Tiada kursi kosong, tiada tempat berdiri kosong. Kakiku terinjak, mukaku tertampar tangan orang yang berjuang hendak turun dan naik. Dadaku berkali dihempas ransel punggung pemudik berbau cucian kemarin. Luar biasa keahlian kernet bis menata penumpang. Mereka dipaksa berjajar dan berhadapan sementara sang kondektur lincah membelah barisan penumpang berdiri buat mengumpul setoran. Di luar jendela tampak puluhan calon penumpang terus berjuang masuk dan gagal. Para tukang insinyur bis ini mungkin akan menggeleng mendapati produk mereka mampu mengangkut penumpang jauh melampaui kapasitas yang mereka telah perhitungkan.
Gila, baru pagi tadi aku berusaha membolak-balik angka-angka temuan BPS tentang populaasi penduduk Indonesia. Dan sore ini, di tengah jepitan tubuh-tubuh ini, aku membuktikan betapa banyak penduduk Indonesia. Hasil sensus penduduk BPS tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237,56 juta jiwa. Sungguh populasi yang sangat besar. Ini berarti jumlah penduduk Indonesia terbesar keempat setelah Cina, India dan USA. Angka laju pertumbuhan meningkat dari 1,45% jadi 1,49% (hanya dalam tahun 2000-2010). Ini adalah bencana sosial laten yang siap meledak bila gagal ditangani. Letupan-letupan kecil belakangan mulai terjadi, orang berebut lahan ekonomi, berebut tempat tinggal, transportasi, dll. Bahkan seperti sudah maklum orang juga perlu melakukan eneka kekerasan dalam memperebutkan komoditi kehidupan yang terbatas. Bangsa "besar" ini bahkan pelan-pelan bermutasi menjadi laskar-laskar kecil yang terkotak-kotak dalam aneka ragam peta konflik. Mereka siap saling memangsa atau bahkan dimangsa. Tidak ada ruang bagi bayi, tidak ada tempat bagi anak, tidak ada kesempatan bagi perempuan untuk mereasakan indahnya dunia. Mereka harus turut bergulat sendiri dalam perebutan komoditas kehidupan yang terbatas karena populasi yang tak terkendali.
Sekilas aku teringat pengalaman kecilku. Pernah aku dipangku orang lain saat bis penuh,aku menyaksikan orang mengalah memberikan kursinya untuk perempuan hamil dan orang tua, orang tegap berseragam militer memilih berdiri membiarkan kursinya rakyat, saat itu orang tak takut hipnotis saat bergaul sesama penumpang, bahkan tak ada curiga racun bila berbagi makan dengan orang. Semua berjalan lembut hingga bencana sosial "kepadatan penduduk" ini menggeliat. Bagi generasi hari ini kenangan kecilku tampak seperti kejadian di jaman batu --yang telah lama terjadi berbaur legenda.
Hari ini... aku masih terjepit penumpang di dalam alat transportasi modern bernama bis.