Monday, 3 September 2012

Too Much Love Will Kill You


"Too Much Love Will Kill You...." begitulah potongan lirik yang dilantun Freddie Mercury saat kejayaan Queen sekitar tahun 1988-an. Beruntung siang ini aku bisa menikmatinya lagi dari siaran radio streaming online sambil santai. Ah ingatanku jadi terlempar pada keluhan teman beberapa waktu lalu. Tampaknya ia gamang melepas anak hidup bersentuhan dengan kehidupan nyata (baca: sesungguhnya). Ia sela
lu ajari anak laki-lakinya yang menginjak SMA bahwa kehidupan di luar rumah demikian ganas. Kalimat yang selalu meluncur dalam nasihat andalannya adalah, "...kamu memang sudah besar tapi kamu belum tahu apa-apa tentang kehidupan ini, kehidupan ini begitu luas, ganas dan masih banyak yang belum kau tahu." 

Suatu saat nasihat ini jadi senjata makan tuan ketika anak harus pulang ke pesantren sementara orang tua tak bisa antar karena tertawan pekerjaan. "Bagaimana ini?" Anakmu sudah mampu berangkat sendiri tanpamu kataku. "Sembarangan, anakku ini laen, dia khusus bagiku, dia beda dengan anak laen (baca: anak orang lain) kasihan dia bla...bla... bla..." "Too Much Love Will Kill You...." tiba-tiba syair itu terngiang dalam kepalaku. Wahai orang tua, siapa sih yang nggak sayang sama anak? Semua orang tua berpikir sama seperti itu. Walau anak tak ada (maaf) cacat, tiap orang tua selalu merasa anaknya khusus, lain dari yang lain, kasihan, dll. (disadari atau tidak). Tapi sayang/cinta itu tak harus bikin kita memasung anak dalam sangkar emas berlapis peredam benturan selembut manisan marshmallow (saking takut anak cidera anak). Ha...ha..ha.. anak juga butuh berkembang seperti kebanyakan anak seusianya. Sangkar marshmallow mungkin tak ciderai fisiknya tapi bagaimana dengan perkembangan jiwanya?

Banyak anak tak mampu bersepeda karena orang tua takut anak cidera jatuh. Banyak anak tak mampu bersosialisasi dengan orang lain (misal orang kampung/ miskin/ tua/ asing/ lawan jenis/ dll) --orang yang berbeda status dengan dirinya karena orang tua batasi pergaulannya demi "keselamatan" atau "jangan sampai terjadi apa-apa." Ada pula orang tua yang memilih pendidikan home schooling untuk anak agar terhindar dari dampak negatif pergaulan remaja lain. Ada orang tua yang tak ijinkan anak main dengan beda agama, beda suku bangsa, beda kasta, dll. Terbayang nggak kerugian seumur hidup apa yang bakal diderita anak demi "jangan sampai terjadi apa-apa" itu?

"Too Much Love Will Kill You...." Orang boleh beda pendapat dengan tulisan ini tapi saran yang patut dicoba adalah: IJINKAN ANAK KITA BERKEMBANG SEPERTI UMUMNYA ANAK SEUSIANYA. Dunia kita sekarang sudah lain, kejahatan di mana-mana, penyakit merajalela, kondisi lalulintas makin mengkhawatirkan, bla...bla...bla.. Itu yang sering dkemuka orang tua tapi sejak kecil aku pun sudah mendengar itu dari gosip ibu-ibu antar pagar rumah. Artinya apa? Ya semua kekhawatiran dan yang dikhawatirkan itu sudah ada sejak dulu. Bahwa kondisi sekarang makin parah? Ah tiap generasi telah dipersiapkan Tuhan untuk menghadapi era-nya. Saat remaja aku bangga mampu menggeber motor 70cc aku hingga mentok, saat itu ayahku bilang separoh gas aja sudah kabur pandangan (wajar saat ayahku remaja cuma punya sepeda dan motor kumbang). Tapi saat ini aku tak lagi mampu begitu karena motor sekarang 125cc ke atas, separoh gas aja aku tak mampu lihat jalan dengan jelas. 

"Too Much Love Will Kill You...." Lalu apa yang dibutuhkan? Nasihat dan arahan konstruktif, dialog antar generasi (saling sadari gap perspektif ), pendidikan positif, religiusitas, dan tiuplah doa selalu. Selanjutnya biarlah Tuhan bekerja dan ijinkan anak menempuh ujian akhir untuk tiap nasihat yang sudah dibekalkan orang tua. Tiap butir nasihat adalah teori maka ijinkan anak mengujinya di laboraturium raksasa Tuhan dan tugas orang tua untuk mendapinginya. Tak mungkin orang belajar sepeda tanpa jatuh dan tugas orang tua tolong ia saat jatuh. Cinta itu bukan mengurung-memenjarakan, cinta sejati itu membebaskan dari ketidakberdayaan.

No comments:

Post a Comment

Beri komentar: